Lanjutan Rukun Sholat Yang ketiga yaitu Berdiri :
Pernyataan bahwa kewajiban berdiri dalam sholat adalah bagi qoodir (musholli yang mampu) mengecualikan aajiz (musholli yang tidak mampu), baik ketidak-mampuannya secara hissi, seperti duduk, atau secara syar’i, seperti musholli perlu mengobati sakit matanya dengan cara membaringkan tubuh, maka tidak diwajibkan atasnya berdiri saat sholat. Dalam hal tujuan mengobati tersebut harus berdasarkan atas resep dan saran dari dokter yang adil. Yuk baca juga artikel tentang : Cara Sholat Orang Sakit, Duduk Atau Tidur Berbaring?
Sedangkan apabila musholli adalah seorang dokter
maka cukup berdasarkan atas pengetahuannya sendiri. Sama seperti ketidak-mampuan secara syar’i adalah penumpang kapal dimana apabila ia sholat dengan berdiri maka ia takut mabuk laut atau tenggelam maka ia boleh sholat dengan duduk dan tidak diwajibkan baginya mengulangi sholat. Berbeda dengan kasus apabila ia sholat di dalam kapal dengan duduk karena sesak atau tidak muat kapalnya maka kelak ia wajib mengulangi sholatnyatersebut.
Batasannya (dhobit) adalah bahwa setiap hal yang dapat menghilangkan kekhusyukan musholli atau kesempurnaannya atau setiap hal yang menghasilkan beban berat yang tidak kuat ditanggung pada umumnya, maka hal tersebut memperbolehkan meninggalkan berdiri saat sholat fardhu, baik sholat fardhu ain atau fardhu kifayah, oleh karena ini mencakup sholat yang dinadzari (mandzuroh), sholat mu’adah, sholatnya anak kecil (shobi) meskipun tidak diwajibkan niat atasnya.
Mengecualikan dengan pernyataan “saat sholat fardhu” adalah saat sholat sunah. Oleh karena itu diperbolehkan bagi qoodir melakukan sholat sunah dengan duduk atau tidur miring, tetapi ketika ia tidur miring maka ia wajib melakukan rukuk dan sujud secara sempurna, yaitu dengan duduk untuk melakukan keduanya, bukan berisyarat, karena tidak ada dalil yang memperbolehkan.
Adapun ketika musholli melakukan sholat sunah dengan berbaring padahal ia mampu untuk tidur miring
maka sholat sunahnya tidak sah, meskipun ia melakukan rukuk dan sujud secara sempurna, karena tidak adanya dalil yang memperbolehkan. Ketahuilah sesungguhnya berdiri adalah rukun yang paling utama, kemudian sujud, kemudian rukuk, kemudian i’tidal.
Memanjangkan (melakukan dengan lama) dalam berdiri adalah lebih utama, kemudian dalam sujud, kemudian dalam rukuk, kemudian dalam i’tidal. Yuk Subscribe : Akun Youtube Belajar Sholat