Banyak yang bertanya, apakah boleh membaca doa umum setelah tasyahhud awal dalam shalat?
Pertanyaan ini muncul karena sebagian orang menambahkan doa tertentu pada duduk tasyahhud awal, padahal tidak ada dalil tegas yang menjelaskan hal itu. Mari kita bahas penjelasan para ulama.
Hukum Tasyahhud Awal dalam Shalat
Dalam madzhab Syafi‘iyah, duduk tasyahhud awal bukan termasuk rukun, melainkan sunnah ab‘adh. Jika terlupa, maka disunnahkan melakukan sujud sahwi.
Sementara menurut madzhab Hanafiyah, Hanabilah, sebagian Malikiyah, Dawud, Ahlul Hadis, Ibnu Utsaimin, dan Ibnu Baz — tasyahhud awal hukumnya wajib. Artinya, jika ditinggalkan karena lupa, tetap harus diganti dengan sujud sahwi.
Tasyahhud awal sendiri bersifat lebih ringan dibanding tasyahhud akhir, baik dari segi waktu maupun isi bacaan. Umumnya, bacaan tasyahhud awal hanya sampai dua kalimat syahadat.
Bolehkah Menambah Bacaan Setelah Tasyahhud Awal?
Menurut As-Samarqandiy rahimahullah:
هل يُزاد على التشهُّد من الصلوات والدعوات؟ فنقول: في التشهد الأوَّل لا يزاد عليه شيء عند عامَّة العلماء ((تحفة الفقهاء)) (1/137)، وينظر: ((فتح الباري)) لابن رجب (7/341)
“Apakah boleh menambah shalawat atau doa setelah tasyahhud? Kami katakan: Dalam tasyahhud awal tidak ada tambahan apapun menurut mayoritas ulama.”
(Lihat juga: Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 7/341).
Adapun yang berpendapat disunnahkannya bershalawat di tasyahud awal adalah Ibnu Hubairah, Al-Ajurry, Ibnu Hazm, Ibn Baaz dan Syafi’iyah. Hanya saja dalam syafi’iyah sholawat hanya dicukupkan kepada Nabi tidak kepada keluarganya, sebagaimana yang termaktub dalam kitab, (Al-Bayan Fi Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’iy 2/237)
Doa yang Sering Dibaca Setelah Tasyahhud Awal
Sebagian masyarakat membaca doa berikut setelah tasyahhud awal:
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Allāhumma innī ẓalamtu nafsī ẓulman katsīrā, wa lā yaghfiru adz-dzunūba illā anta, faghfir lī maghfiratan min ‘indika, warḥamnī, innaka anta al-ghafūru ar-raḥīm.
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Asal Doa Ini dalam Hadis
Doa ini diajarkan Nabi ﷺ kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallāhu ‘anhu, sebagaimana dalam hadis sahih:
عَلِّمْنِي دُعَاءً أدْعُو به في صَلَاتِي، قالَ: قُلْ: اللَّهُمَّ إنِّي…
“Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku sebuah doa yang dapat aku baca dalam shalatku.”
Beliau ﷺ bersabda:
“Ucapkanlah: اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي…”
(HR. Bukhari no. 834, Muslim no. 2705)
Hadis ini bersifat umum, tidak menyebutkan kapan waktu membacanya di dalam shalat. Karena itu, para ulama menegaskan bahwa tempat terbaik untuk berdoa adalah pada saat sujud dan setelah tasyahhud akhir sebelum salam.
Dalil tentang Waktu Mustajab Berdoa dalam Shalat
Nabi ﷺ bersabda:
ألَا وإنِّي نُهيتُ أنْ أقرأَ القرآنَ راكعًا أو ساجدًا، فأمَّا الرُّكوعُ فعَظِّموا فيه الربَّ عزَّ وجلَّ، وأمَّا السُّجودُ فاجتهِدوا في الدُّعاءِ؛ فَقَمِنٌ أن يُستجابَ لكم
“Sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
Maka ketika ruku’, agungkanlah Rabb ‘Azza wa Jalla, dan ketika sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena doa itu layak untuk dikabulkan.”
(HR. Muslim no. 479)
Dan dalam hadis lain:
قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات
“Wahai Rasulullah, kapan doa paling didengar oleh Allah?”
Beliau menjawab:
“Pada akhir malam dan setelah shalat-shalat wajib.”
(HR. Tirmidzi no. 3499)
Kesimpulan
Tidak ada larangan membaca doa setelah tasyahud awal walaupun sebagian besar ulama memakruhkannya, namun yang lebih afdhol membaca doa di waktu-waktu yang sudah ada keterangan dari Nabi ﷺ semacam di waktu sujud dan tasyahud akhir.
Dengan mengikuti tuntunan Nabi ﷺ, doa kita lebih dekat untuk dikabulkan, dan shalat kita semakin sesuai dengan sunnah.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.