ٌRukun SHolat yang ke empat adalah :
-
Membaca Surat al-Fatihah
Rukun sholat yang keempat adalah membaca al-Fatihah, baik dengan cara hafalan, dituntun oleh orang lain, melihat pada mushaf, atau dengan cara yang lain meskipun harus dengan menggunakan perantara lampu bagi musholli yang sholat di tempat yang gelap.
Membaca al-Fatihah wajib dilakukan di setiap rakaat sholat, baik berupa sholat sirriah7 atau jahriah, baik musholli adalah sebagai imam, atau makmum, atau munfarid (sendirian).
Kewajiban membaca Fatihah dalam sholat berdasarkan pada hadis yang terdapat di dua kitab Shohih, “Tidaklah sah sholat orang yang belum membaca al-Fatihah.” Baghowi berkata dalam kitab al-Mashoobih, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Baca juga artikel Tentang :Ayat Ke 5 Surah Al-fatihah
bahwa beliau bersabda, ‘Barang siapa melaksanakan sholat sedangkan ia tidak membaca al-Fatihah maka sholatnya tidak sempurna (3 x diucapkan).’ Kemudian dikatakan kepada Abu Hurairah, ‘Kalau sebagai makmum yang berada di belakang imam, bagaimana membaca al-Fatihah-nya?’ Abu Hurairah menjawab,‘Bacalah al-Fatihah di dalam hatimu karena aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama mengatakan; Allah berfirman, ‘Aku telah membagi sholat antara Diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Bagi hamba-Ku, ia memperoleh apa yang ia minta.’ Ketika hamba mengucapkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’
Ketika hamba mengucapkan, maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuja-Ku.’ Ketika hamba mengucapkan Arrahman Arrahim maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’ Ketika hamba Mengucapkan Iyyakana’budu Wa Iyyaka Nas ta’in maka Allah berfirman, ‘Ini adalah hubungan antara diri-Ku dan hamba-Ku. Baginya memperoleh apa yang ia minta.’ Ketika hamba mengucapkan Ihdinash shirotol mustaqim maka Allah berfirman, ‘Ini adalah untuk hamba-Ku. Baginya memperoleh apa yang ia minta.’ Hadis ini riwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
Apabila musholli tidak mampu membaca Fatihah maka wajib atasnya membaca ayat-ayat lain dari al-Quran yang seukuran dengan kuantitas Fatihah meskipun terpisah-pisah sebagaimana menurut pendapat mu’tamad. Kemudian apabila ia tidak mampu membaca ayat-ayat lain dari al-Quran maka wajib atasnya membaca dzikir atau doa yang sama kuantitasnya dengan Fatihah. Dalam bacaan dzikir atau doa ini, disyaratkan harus berjumlah 7 (tujuh) jenis.
Doa dihukumi sama seperti dzikir.
Yang mu’tabar, doa-doa yang dibaca sebagai ganti al-Fatihah adalah doa-doa yang berhubungan dengan perkara-perkara akhirat. Apabila musholli tidak hafal doa-doa akhirat maka ia berdoa dengan doa-doa yang berkaitan dengan duniawi.
Dalam berdoa, musholli diwajibkan menggunakan Bahasa Arab, jika tidak mampu menggunakannya maka ia menerjemahkan doa dengan bahasa manapun (seperti Jawa, Indonesia, dan lain-lain). Dalam membaca doa, musholli diwajibkan mendahulukan menerjemahkan doa akhirat daripada doa duniawi yang berbahasa Arab. Apabila ia hanya mengetahui doa duniawi, maka ia membaca doa tersebut dan dihukumi sudah mencukupi.Termasuk doa yang berhubungan dengan perihal akhirat
adalah;Ya Allah! Ampunilah aku. Sayangilah aku. Maafkanlah aku. Dan ridhoilah aku.
Termasuk doa yang berhubungan dengan perihal dunia adalah;Ya Allah! Berilah aku rizki istri yang cantik atau yang kaya.
Kemudian apabila musholli tidak mampu membaca dzikir atau doa maka ia wajib berdiri seukuran lamanya membaca Fatihah. Ia tidak boleh menerjemahkan Fatihah dan ayat-ayat lain dari al-Quran yang sebagai ganti dari Fatihah ke bahasa lain.
Berbeda dengan takbir, maka ketika musholli tidak mampu mengucapkannya dengan Bahasa Arab maka ia menerjemahkannya ke bahasa lain. Bagi musholli yang hanya berdiri seukuran lamanya membaca Fatihah tidak diwajibkan menkomat-kamitkan atau menggerak-gerakkan lisannya, kecuali bagi musholli yang bisu bukan bawaan lahir.
Yuk subscribe : Akun Youtube Belajar Sholat