Apakah Mani Membatalkan Wudhu?
Masalah mani secara dzat sendiri ulama berbeda pendapat apakah termasuk suci ataupun najis.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha beliau berkata,
كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا كَانَ يَابِسًا وَأَغْسِلُهُ إذَا كَانَ رَطْبًا
“Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ia kering, dan mencucinya (membasuhnya) jika ia basah.” (HR Daruquthni)
Dari hadis diatas, sebagian besar ulama menghukuminya suci, walaupun ada yang menyelisihinya seperti dalam madzhab Maliki dan Hanafi menghukumi najis. Namun yang tepat menurut hemat kami adalah hukum mani adalah suci, dan ini dikuatkan oleh pendapat madzhab Asy-Syafiiyah, Al-Hanabilah, Zahiriyah dll. Bahkan Ibnu Taimiyah menegaskan,
وأمَّا المنيُّ؛ فالصحيحُ أنَّه طاهر،كما هو مذهب الشافعيِّ وأحمد في المشهور عنه ((مجموع الفتاوى)) (21/588، 604
Dan adapun mani, yang shahih adalah suci sebagaimana dalam madzhab Asy-Syafi’i dan Ahmad yang pendapatnya masyhur. (Majmu’ Al-Fatawa 604, 21/588)
Sementara itu ketika dinyatakan bahwa mani itu suci atau tidak, lalu bagaimanakah status wudhu bagi seorang yang keluar mani?
Dan kali ini pembahasannya sangat dalam. Sebagian ulama dalam hal ini dari kalangan madzhab tarjih dan Hambali sendiri menganggapnya membatalkan wudhu. Karena apapun yang menyebabkan mandi junub dia termasuk membatalkankan wudhu (Shahih Fiqih Sunnah 1/128)
Berbeda dengan muktamad madzhab Syafi’iyah yang menganggap bahwa mani yang kondisi thahir tidak membatalkan wudhu, tapi wajib mandi junub.
Dalam kitab At-Taqrirat As-Sadidah disebutkan alasan kenapa mani tidak masuk dalam pembatal wudhu?
Terdapat kaidah fikih bahwa setiap apa yang diwajibkan atas dua perkara dalam satu masalah, maka tidak wajib melakukan yang kecil jika sudah melakukan yang besar. Seperti mani, karena dia diwajibkan mandi besar dimana sudah ada wudhu didalamnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ.
“Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.” (HR. Al Baihaqi no. 771)
Dalam riwayat diatas bahwa kewajiban wudhu hanya berlaku untuk yang keluar madzi dan wadi, jika mani mengharuskan berwudhu tentu Ibnu Abbas Dalam radhiallahu ‘anhuma tidak akan mengecualikannya.
Wallahu a’lam.