Membaca Surat Al Fatihah di Setiap Rakaat
Membaca surat Al Fatihah di setiap rakaat hukumnya wajib dan dan termasuk bagian dari rukun sholat. Berdasarkan hadis dari Ubadah bin ash Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah sholat seorang hamba yang tidak membaca surat Al Fatihah di dalamnya.” [HR. Bukhari 756]
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama
من صلَّى صلاةً لم يقرأْ فيها بفاتحةِ الكِتابِ، فهي خِداجٌ ,يقولُها ثلاثًا
Barang siapa yang didalam sholatnya tidak membaca pembuka Al-Quran (Al-Fatihah) maka sholatnya cacat. Dan beliau mengulanginya tiga kali. (HR. Muslim 395)
Dalam Nailul Author خِداجٌ bermakna: Kurang/Cacat. Untuk itu, sejatinya sholat yang CACAT tidak disebut sholat yang benar. (Nailul Author, Asy-Syaukani 2/243).
Seorang yang sholat, baik sebagai imam, makmum, maupun munfarid hendaknya memperhatikan bacaan surat Al-Fatihahnya. Barangsiapa sengaja meninggalkan satu huruf saja dalam surat Al-Fatihah, maka sholatnya tidak sah. Syeikh Sa’ad bin Ali Al Qahthani rahimahullahu menjelaskan,
فيها إحدى عشرة تشديدة، فإن ترك حرفا ولم يأت بما ترك لم تصح صلاته.
“Di dalam surat Al Fatihah terdapat 11 tasydid. Jika ia meninggalkan satu huruf saja dan tidak mengulanginya, maka sholatnya tidak sah.”[Arkaan ash Shalah Fii Dhaui al Kitaabi was Sunnati karya Syekh Sa’ad bin Ali al Qahthani 7-8]
Hukum Makmum Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat Jahriyah
Adapun makmum yang membaca Al-Fatihah dibelakang imam yang sholat jahriyah para ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama, makmum tetap wajib membaca Al-Fatihah disetiap rakaat sholat sebagaimana keumuman dari hadis nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari menyebutkan “Perintah membaca Al-Fatihah telah ditetapkan bagi makmum (dalam shalat) jahriyah tanpa ada batasan. Hal itu sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab Qira’ah (bacaan)”.
Tirmizi, Ibnu Hibban dan yang lainnya menyebutkan sebuah riwayat Makhul dari Mahmud bin Rabi’ dari Ubadah
أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فِي الْفَجْرِ , فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ : لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ ؟ قُلْنَا : نَعَمْ . قَالَ : فَلَا تَفْعَلُوا إِلا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ , فَإِنَّهُ لا صَلاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا ” ا.هـ .
bahwa sesungguhnya terdengar oleh Nabi sallallahu’alaihi wasallam bacaan (seseorang) dalam sholat fajar. Ketika selesai, beliau berkata: “Sepertinya kalian membaca di belakang imam kalian?”. Kami menjawab: “Ya”. (Beliau) bersabda: “Jangan kamu lakukan (itu), selain (membaca) Fatihatul Kitab (Al-Fatihah), karena tidak sah sholat bagi seseorang yang tidak membacanya.”
Pendapat kedua, dalam shalat jahriyah bacaan makmum ikut bacaan imam. Artinya makmum tidak perlu membaca surat Al-Fatihah di waktu imam membaca Jahr.
Dalilnya adalah firman Allah:
( وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون ) الأعراف:204
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Ibnu Hajar berkata: (Pendapat) yang menggugurkan bacaan Al-Fatihah dalam shalat jahriyah seperti pendapat Malikiyah berdalil dengan hadits
( وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
“Apabila (imam) membaca, maka kalian hendaknya diam”.
Ini adalah hadits shohih, diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Bagi orang yang mengatakan wajib (membaca) Al-Fatihah, mereka mengatakan bahwa (Al-Fatihah) dibaca setelah imam membaca Al-Fatihah dan sebelum memulai membaca surat (Al-Qur’an) lainnya. Atau dibaca ketika ada jeda imam sebentar. Ibnu Hajar berkata: “(Makmum hendaknya) diam ketika imam membaca dan membaca (Al-Fatihah) ketika (imam) diam”.
قال الشيخ ابن باز : المقصود بسكتات الإمام أي سكتة تحصل من الإمام في الفاتحة أو بعدها ، أو في السورة التي بعدها ، فإن لم يسكت الإمام فالواجب على المأموم أن يقرأ الفاتحة ولو في حال قراءة الإمام في أصح قولي العلماء . انظر فتاوى الشيخ ابن باز ج/11 ص/
Syekh Bin Baz berkata: Maksud jeda imam adalah jeda pada saat membaca Al-Fatihah, atau sesudahnya atau jeda saat membaca surat setelahnya. Seandainya imam tidak ada jeda, maka makmum tetap harus membaca Al-Fatihah meskipun saat itu imam dalam kondisi membaca, menurut pendapat yang kuat dari para ulama. (Silahkan lihat Fatawa Syekh Ibnu Baz, 11/221).
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya seperti pertanyaan di atas, lalu dijawab: Yang benar di antara pendapat ulama adalah wajib membaca Al-Fatihah dalam shalat bagi munfarid (orang yang shalat seorang diri), imam dan makmun, baik shalat jahriyah maupun sirriyah, karena kebenaran dalil yang (menguatkan) akan hal itu dan dalil yang mengkhususkannya.
Adapun firman Allah dibawah ini Adalah bersifat umum,
( وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون ) الأعراف /204
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Begitu juga sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam,
( وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
“Kalau (imam) membaca, maka hendaknya kalian diam”.
Juga bersifat umum, (mencakup) bacaan Al-Fatihah dan lainnya. (keumuman dalil ini) dikhususkan dengan hadits:
( لا صَلاة لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ) رواه البخاري، الأذان/714
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah).” Sebagai upaya untuk mengkompromikan dalil-dalil yang ada.
Adapun hadits :
(من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة )
“Siapa mengikuti imam (dalam shalat), maka bacaan imam adalah bacaan baginya.”
Adalah hadits lemah. Juga tidak dibenarkan pendapat yang mengatakan bahwa ucapan “Aamiin” bagi makmum terhadap bacaan imam dari surat Al-Fatihah dapat menggantikan bacaan Al-Fatihah.
Referensi :
- https://islamqa.info/ar/answers/10995/قراءة-الفاتحة-في-الصلاة
- https://dorar.net/feqhia/923/المطلب-الأول:-حكم-قراءة-الفاتحة-في-الصلاة
TIM REDAKSI BELAJARSHOLAT.COM