Hukum Menoleh Dalam Shalat
Menoleh dalam shalat memiliki beberapa jenis:
Pertama: Menoleh hati, yaitu was-was dan gangguan setan yang mengganggu antara hamba dan shalatnya. Hampir tidak ada orang yang benar-benar selamat dari was-was ini. Hal ini mengurangi kesempurnaan shalat, dan pembahasan tentangnya akan dijelaskan pada bab Sujud Sahwi insya Allah.
Kedua: Menoleh dengan kepala ke kanan atau ke kiri, dan jenis ini terbagi menjadi dua keadaan:
Jika menoleh tanpa ada kebutuhan, maka hal ini hukumnya makruh menurut pendapat dalam mazhab, dan ini adalah pendapat yang kuat – wallahu a‘lam.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن الالتفات في الصلاة فقال: ” هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
“Aku bertanya kepada Nabi ﷺ tentang menoleh dalam shalat, maka beliau bersabda: ‘Itu adalah pencurian yang lakukan oleh setan dari shalat seorang hamba'” (HR. Bukhari).
Yang dimaksud dengan pencurian di sini adalah mengambil sesuatu dengan cepat.
Jika menoleh karena ada kebutuhan, maka tidak mengapa. Ini juga merupakan pendapat dalam mazhab dan merupakan pendapat yang kuat – wallahu a‘lam.
Dalil-dalilnya:
Hadits dari Sahl bin Hanzhaliyyah, ia berkata:
ثُوِّب بالصلاة يعني صلاة الصبح فجعل رسول الله يصلي وهو يلتفت إلى الشعب
“Telah dikumandangkan iqamah untuk shalat – maksudnya shalat Subuh – maka Rasulullah mulai shalat sambil menoleh ke arah lembah.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya).
Nabi ﷺ memerintahkan orang yang terkena was-was saat shalat untuk meludah ringan ke arah kiri tiga kali dan berlindung kepada Allah, sebagaimana dalam Shahih Muslim dari hadits ‘Utsman bin Abil ‘Ash.
Begitu pula menoleh yang dilakukan oleh Abu Bakar dan para sahabat saat Nabi ﷺ keluar menemui mereka di masa sakitnya, sebagaimana disebutkan dalam dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim).
Ibnu ‘Utsaimin berkata dalam Al-Mumti‘ (3/225):
ومن ذلك: لو كانت المرأة عندها صبيُّها، وتخشى عليه، فصارت تلتفت إليه، فإن هذا من الحاجة ولا بأس به
“Termasuk dalam hal ini: jika seorang wanita memiliki anak kecil di dekatnya, dan ia khawatir terhadap anak tersebut, lalu ia menoleh kepadanya, maka ini termasuk kebutuhan dan tidak mengapa.”
Ketiga: Menoleh dengan seluruh tubuh, maka hal ini membatalkan shalat karena berarti ia telah meninggalkan arah kiblat. Ini adalah pendapat dalam mazhab dan merupakan pendapat yang kuat – wallahu a‘lam.
Namun, jika dalam kondisi sangat takut, shalatnya tidak batal karena dalam keadaan seperti itu syariat membolehkan tidak menghadap kiblat, sebagaimana akan dijelaskan dalam bab Shalat Khauf (shalat dalam keadaan takut) insya Allah.
Begitu pula orang yang shalat di dalam Ka’bah, karena jika ia tidak menghadap ke satu arah, maka ia tetap menghadap ke arah lainnya.
Jenis keempat: Menoleh dengan pandangan mata ke kanan dan kiri, maka hal ini juga makruh karena termasuk dalam larangan menoleh secara umum.
Ibnu Qayyim berkata:
الالتفات المنهي عنه في الصلاة قسمان: أحدهما: التفات القلب عن الله إلى غير الله، والثاني: التفات البصر، وكلاهما منهي عنه
“Menoleh yang dilarang dalam shalat terbagi menjadi dua jenis: Pertama, menoleh hati dari Allah kepada selain Allah; kedua, menoleh pandangan mata. Keduanya termasuk larangan.” (Al-Wabil Ash-Shayyib, hlm. 20)
Disarikan dari tulisan Syaikh DR. Abdullah Bin Hamud Al Furaih, Makruh-makruh dalam Shalat, Alukah.net