Hukum Niat Shalat
Niat adalah salah satu syarat sholat yang wajib bagi seorang yang hendak sholat. Dalilnya adalah hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,
إنما الأعمال بالنيات
“Sesungguhnya setiap perbuatan bergantung pada niatnya”[1]
Maka, keabsahan sholat seorang hamba terletak pada niatnya. Barangsiapa yang tidak berniat, maka sholatnya tidak sah. Al Kharaqi rahimahullahu mengatakan,
ولانعلم خلافاً بين الأمة في وجوب النية للصلاة، وأن الصلاة لا تنعقد إلا بها
“Kami tidak mengetahui ada perbedaan antar ahli ilmu tentang wajibnya niat dalam sholat. Dan ketahuilah bahwa sholat menjadi tidak sah tanpa niat.”[2]
Kapan Harus Niat
Para ulama membolehkan seorang berniat untuk sholat bersama dengan takbiratul ihram atau sebelumnya (bahkan sebagian membolehkan dengan rentang yang panjang selama tidak ada hal yang merusak niatnya-pen).
Al Mawardi rahimahullahu mengatakan,
يجوز بزمن طويل أيضاً ، ما لم يفسخها . نقل أبو طالب وغيره [يعني عن الإمام أحمد] ” إذا خرج من بيته يريد الصلاة فهو نية . أتراه كبر وهو لا ينوي الصلاة ؟ ” وهذا مقتضى كلام الخرقي واختاره الآمدي والشيخ تقي الدين في شرح العمدة
“Boleh memberikan jarak yang cukup panjang (antara niat dan sholat), selama niat tadi belum rusak. Abu Thalib dan yang lainnya meriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwasanya apabila seseorang keluar dari rumahnya dalam rangka mengerjakan sholat maka itu adalah niat. Apakah mungkin seseorang bertakbir untuk sholat tapi ia tidak berniat mengerjakannya? Ini intisari dari ucapan Al Kharaqi, Al Amidi, dan Syekh Taqiyuddin dalam Syarh al Umdah.”[3]
Pendapat ini juga diamini oleh Syekh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullahu dalam perkataan beliau,
وهذا القول أصح؛ لأن نيته مستصحبة الحكم ما لم ينو الفسخ، فهذا الرجل لما أذن قام فتوضأ ليصلي، ثم عزبت النية عن خاطره، ثم لما أقيمت الصلاة دخل في الصلاة بدون نية جديدة صحت صلاته؛ لأنه لم يفسخ النية الأولى.
“Pendapat ini adalah lebih tepat. Karena niat dianggap menyertai hukum selama tidak dibatalkan. Maka jika ada seseorang yang ketika azan ia bangkit untuk wudu sholat, kemudian terbetik dalam hatinya niatnya adalah untuk sholat, dan ketika iqamah ia segera mengerjakan sholat tanpa ada pembaharuan niatnya, maka sholat orang tersebut sah. Karena ia tidak menghapus niat yang pertama.”[4]
Hukum Melafalkan Niat Sholat
Adapun melafalkan niat sholat ketika hendak sholat maka hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, sebagian menganjurkannya, sebagian memakruhkannya, sebagian menganggapnya sekedar boleh namun tidak utama, dan sebagian menganggapnya bid’ah atau haram.
Dalam hal melafadzkan niat, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya.
- Mustahab (disukai/dianjurkan). Maksudnya di sini adalah meskipun Nabi tidak melakukannya akan tetapi perbuatan ini dianjurkan dalam rangka memantapkan niat. Menurut (lihat: Al-Asybah Wan Nadzho’ir li Ibni Nujaim hal.48, Mughnil Muhtaj 1/57 dan Kasyyaful Qina’ 1/87)
- Makruh, ini yang dikatakan oleh sebagian Hanafiyyah dan Hanabilah (lihat: Al-Asybah Wan Nadzo’ir li Ibni Nujaim hal.48 Al-Inshaf Li Al-Mardawiy dan Kassyaful Qina’ 1/87).
- Boleh dikerjakan, namun meninggalkannnya lebih diutamakan. Menurut Malikiyyyah (lihat: Asy-Syarhul Kabir Ma’ad Dasuqi 1/233)
- Haram, tidak disyariatkan melafadzkan niat karena hal itu tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam dan para sahabat beliau. Bahkan beliau shallallahu álaihi wasallam tidak memerintahkannya kepada umatnya. Seandainya hal ini disyariatkan, tentu Nabi shallallahu álaihi wasallam tidak akan mengabaikannya. Diantara ulama yang mengatakan hal ini adalah Ibnu Taimiyyah , As-Syirazi dan As-Suyuthi (Al-Amru Bi Ittiba’ 28), Ibnul Jauzi (Talbisu Iblis 138)
Artikel ini ditulis oleh Ustadz Muhammad Nur Faqih, S.Ag. (Beliau Lulusan STDI Jember Jurusan Hadis, Pengasuh Belajarsholat.com, Tanyahadis.com dan beliau aktif mengisi kajian-kajian ilmiyah di berbagai kota)
___________
Footnote:
[1] HR. Bukhari 1 dan Muslim 1907.
[2] Al Mughni 1/288.
[3] Al Inshaf 2/23.
[4] Asy Syarh al Mumti’ 2/296.