Benda Najis yang Bisa Kembali Suci
Dalam kitab dasar Syafi’iyah, “Matan Safinatun Najah” ada pasal tentang benda najis yang bisa kembali suci. Adanya bab ini karena masyarakat pada umumnya berinteraksi dengan benda-benda najis yang notabenenya sebagai alat pendukung untuk beribadah. Semisal kulit-kulit hewan yang dipakai untuk tempat air, alas, dompet, tas, alat tulis dll. Sehingga bahasan ini akan mempermudah umat beramal dan menentukan hukum tanpa keragu-raguan.
Dalam matan Safinatun Najan disebutkan,
(فَصْلٌ) الَّذِيْ يَطْهُرُ مِنَ النَّجَاسَاتِ ثَلَاثَةٌ: الْخَمْرُ إِذَا تَخَلَّلَتْ بِنَفْسِهَا وَ جِلْدُ الْمَيْتَةِ إِذَا دُبِغَ وَ مَا صَارَ حَيَوَانًا
(Pasal) Benda yang menjadi suci (yang sebelumnya) najisd ada 3, yaitu:
1. Khamr jika menjadi cuka secara alami.
2. Kulit bangkai jika disamak.
3. Benda najis yang menjadi hewan.
Penjelasan:
1. Hukum asal khamr adalah Najis.
Khamr di zaman dahulu minuman memabukkan yang terbuat dari perasaan anggur. Namun secara istilah adalah segala benda yang memabukkan baik terbuat dari anggur, nira, baceman, alkohol dll.
Namun dalam bab ini khamr terbuat dari tumbuhan yang bisa berubah menjadi cuka secara alami maka cuka tersebut menjadi suci. Arti suci ini berarti halal dipakai dan halal dikonsumsi. Yang perlu diperhatikan sebelum jadi khamr proses dan bahan harus dari benda/tumbuhan yang sebelumnya suci/halal.
Contoh:
Proses cuka halal: Anggur => khamr => cuka
Proses cuka haram: Anggur + baceman ular => khamr => cuka
2. Kulit bangkai yang disamak menjadi suci.
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ ، فَقَدْ طَهُرَ
“ Apabila kulit bangkai binatang telah disamak maka telah suci” (H.R.Muslim 105)
Bangkai adalah hewan yang tidak disembelih dengan cara yang benar sesuai syariat Islam. Bangkai hukum asalnya najis, namun kulit bangkai menjadi suci ketika sudah disamak.
Teknik menyamak zaman dahulu adalah dengan cara membuang bulu, lemak dan daging yang menempel, kemudian dibungkus/dibaluri dengan daun Al Qarazh.
مَرَّ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِجَالٌ مِنْ قُرَيْشٍ يَجُرُّونَ شَاةً لَهُمْ مِثْلَ الْحِمَارِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا قَالُوا إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ
Suatu ketika beberapa laki-laki Quraisy melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menyeret kambing mereka seperti keledai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata kepada mereka: “Sekiranya kalian ambil kulitnya.” Mereka berkata, “Kambing itu telah mati.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Air dan Al Qarazh (daun dari jenis pohon yang biasa digunakan untuk menyamak) akan mensucikannya.” (HR. Abu Daud)
Kulit hewan-hewan yang boleh disamak adalah bangkai dari hewan halal atau haram, selain babi dan anjing. Bahkan terdapat larangan menyembelih hewan halal hanya untuk diambil kulitnya saja tanpa mengambil dagingnya.
Proses samak kulit menjadi suci ketika hilangnya najis ‘Ainiyah berupa bau bangkai, artinya setelah proses samak bau bangkai sudah hilang.
Kulit samak dari hewan halal dengan menyembelih sesuai syariat maka boleh dikonsumsi jika memungkinkan dikonsumsi. Adapun kulit samak dari bangkai hewan maka haram dikonsumsi setelahnya.
3. Benda najis yang menjadi hewan.
Benda najis yang terurai akan muncul sejenis binatang kecil seperti cacing atau belatung. Para ulama memasukkan jenis binatang ini jenis binatang suci. Namun tidak setiap binatang suci boleh dimakan.
Wallahu a’lam.
Referensi: Kasyifatus-Sajaa Syarhu Safinatun-Naja, Syaikh An-Nawawi Al-Bantani rahimahullah.