Hukum dan Cara Ruku’ Dalam Sholat
Cara Ruku’ dalam Sholat – Ruku’ merupakan rukun sholat dan wajib dikerjakan bagi yang mampu. Ini sudah menjadi ijma’ ulama. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
(وأجمع العلماء على وجوب الركوع- ) المجموع 3/396
Dan telah menjadi ijma’ ulama atas wajibnya Ruku’. (Al-Majmu’: 3/396)
Ibnu Qudamah rahimahullah,
أمَّا الركوعُ فواجب بالنصِّ والإجماع؛ قال الله تعالى: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا *الحج:77*، وأجمعت الأمَّة على وجوبه في الصَّلاة على القادر عليه. (المغني- 1/357)
“Adapun ruku’ hukumnya wajib sesuai ketentuan Nash (Quran dan Hadis) serta ijma’ ulama. Allah ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang beriman ruku’ dan sujudlah kalian.” (Al-Haj: 77)”, dan menjadi kesepakatan umat atas wajibnya ruku’ dalam sholat bagi yang mampu.” (Al-Mughni: 1/357)
Ibnu Taimiyah Rahimahullah,
فإنَّ الله تعالى أوجب الركوع والسجود في الكِتاب والسنَّة، وهو واجب بالإجماع. (مجموع الفتاوى 22/566(
Sesungguhnya Allah ta’la telah mewajibkan ruku’ dan sujud dalam kitab dan hadis, dan dia hukumnya wajib secara ijma’. (Majmu’ Al-Fatawa: 22/566)
Banyak ulama lainnya yang menyatakan wajibnya ruku’ dalam sholat. Diantaranya; Ibnu Mundzir, Ibnu Hazm, Ibnu Abdul Barr, Ibnul Arabi rahimahumullah.
Dalil-Dalil Al-Quran dan Sunnah Tentang Wajibnya Ruku’
Allah ta’ala berfirman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Ruku’lah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Hajj: 77)
Hadis Nabi ﷺ ,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ السَّلَامَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ masuk ke dalam Masjid, lalu ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid dan sholat, kemudian orang itu datang dan memberi salam kepada Nabi ﷺ. Lalu Nabi ﷺ menjawab salamnya kemudian bersabda: “Kembali dan ulangilah sholatmu, karena kamu belum sholat!” Orang itu kemudian mengulangi sholat dan kembali datang menghadap kepada Nabi ﷺ sambil memberi salam. Namun beliau kembali bersabda: “Kembali dan ulangilah sholatmu karena kamu belum sholat!” Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali dan akhirnya, sehingga ia berkata, “Demi Dzat yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku.” Beliau pun bersabda: “Jika kamu mengerjakan sholat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Qur’an. Kemudian rukuklah hingga benar-benar rukuk dengan tenang, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk, Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukanlah seperti cara tersebut di seluruh sholat (rakaat) mu.” (HR. Bukhari)
Dari Abi Mas’ud Al-Anshory, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لا تُجزئُ صلاةٌ لا يُقيمُ الرَّجُلُ فيها صُلْبَه في الرُّكوعِ والسُّجودِ
“Tidak dinilai sholat ketika seseorang tidak menegakkan punggungnya saat ruku’ dan sujud.” (HR. At-Tirmidzy, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Dawud dengan lafadz صلاةُ الرجلِ حتى يُقيمَ ظهرَه, At-Tirmidzi mengatakan hadis ini Hasan Sahih)
Cara Ruku’ dalam Sholat
– Dalam hadis Abi Mas’ud radhiallahu ‘anhu diatas bahwa diantara syarat sahnya ruku’ adalah dengan meluruskan punggung dalam kondisi tenang/tuma’ninah.
قَال النَّوَوِيُّ: وَلَوْ زَادَ فِي الْهُوِيِّ ثُمَّ ارْتَفَعَ وَالْحَرَكَاتُ مُتَّصِلَةٌ وَلَمْ يَلْبَثْ لَمْ تَحْصُل الطُّمَأْنِينَةُ، وَلاَ يَقُومُ زِيَادَةُ الْهُوِيِّ مَقَامَ الطُّمَأْنِينَةِ بِلاَ خِلاَفٍ.
Imam Nawawi berkata, “Seandainya menambah merundukkan (kepala saat ruku’) kemudian berdiri, serta gerakannya bersambung maka belum tuma’ninah. Tambahan menunduk tersebut tidak menggantikan tuma’ninah tanpa ada perselisihan.” (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 3/409)
Artinya walaupun seorang dengan posisi kepala merunduk namun tidak tuma’ninah belum dinamakan ruku’ sempurna.
Dari Wabishah Bin Ma’bad Al-Asady radhiallahu ‘anhu,
رأيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يصلِّي فَكانَ إذا رَكَعَ سوَّى ظَهْرَهُ حتَّى لَو صُبَّ عليهِ الماءُ لاستقرَّ
“Aku melihat rasulallah ﷺ sholat, maka apabila beliau ruku’ meratakan punggungnya, sampai seakan-akan jika diatas punggungnya dituangkan air tetap stabil (tidak tumpah-pent).” (HR. Ibnu Majah 719, dan disahihkan Al-Albani)
– Telapak tangan diletakkan di lutut, dan jari-jari renggang saat memegang lutut.
– Menjauhkan lengan dari lambung.
– Posisi kepala lurus dengan punggung.
– Kepala tidak terlalu kebawah ataupun mendongak.
– Pandangan mata tidak berlebihan, dan lebih afdhal melihat tempat sujud.
Hal ini sebagaimana dalam hadis dari Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu ‘anhu,
ثُمَّ يَرْكَعُ وَيَضَعُ رَاحَتَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَعْتَدِلُ فَلَا يَصُبُّ رَأْسَهُ وَلَا يُقْنِعُ
“Lalu (Rasulullah ﷺ) ruku’ dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut, kemudian meluruskan (punggung dan kepala) tidak menundukkan kepala dan juga tidak mendongak.” (HR. Abu Daud: 627)
Hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستفتح الصلاة بالتكبير ، والقراءة بـ ” الحمد لله رب العالمين ” ، وكان إذا ركع لم يُشْخِص رأسَه ولم يُصوِّبْه ولكن بين ذلك
Dahulu Rasulullah ﷺ memulai sholat dengan takbir dan membaca ‘Alhamdulillah rabil ‘alamin’. Ketika beliau ruku’, kepalanya tidak mendongak dan tidak merunduk, akan tetapi diantara itu.” (HR. Muslim, 498)
– Tidak boleh ruku’ meletakkan telapak tangan di paha, atau dibawah lutut sehingga badan jadi lebih merunduk terlalu dalam.
Dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash berkata,
ركعتُ، فجعلتُ يدي بين رُكبَتي، فنهاني أَبي، وقال: إنَّا كنَّا نفعلُ هذا فنُهِينا عنه، وأُمِرْنا أن نَضعَ أَيديَنا على الرُّكَبِ
Aku pernah ruku’ dan aku meletakkan telapak tanganku di antara lutut (paha pent-), maka ayahku melarangnya. Dan beliau berkata, “Kami dulu melakukannya seperti ini dan dilarang melakukan seperti itu. Dan kami diperintahkan meletakkan telapak tangan kami diatas lutut.”. (HR. Bukhari 790, Muslim 535)
Wallahu a’lam.
Artikel ini masih banyak kekurangannya, kritik dan saran ilmiyah ke redaksi: admin @ belajarsholat.com
TIM REDAKSI BELAJARSHOLAT.COM