Terhidang Makanan Dalam Kondisi Lapar, Menahan Kentut dan BAB
– لا صلاةَ بحَضْرَةِ طعامٍ ، ولا وهو يُدافِعُه الأَخْبَثانِ
“Tidak sah shalat ketika makanan telah dihidangkan, dan tidak pula sah shalat ketika seseorang sedang menahan dua hal yang kotor.” (HR. Muslim)
Maksud الأخبثان adalah dua benda kotor: Kencing dan Tinja.
Terkait hadis diatas, bahwanya larangan shalat ketika terhidang makanan, dan menahan hajat hukumnya makruh tanzih.
Dalam Syarah Abu Daud Syaikh Abdul Aziz Ar-Raajihi Jilid 6, Hal. 17, mengatakan;
… Jika seseorang sedang menahan buang air besar atau buang air kecil, maka ini adalah uzur (alasan yang dibenarkan secara syariat) untuk tidak mengikuti shalat berjamaah. Ia sebaiknya menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu, karena bila ia shalat dalam keadaan seperti itu, hatinya tidak akan khusyuk. Jika ia telah menuntaskan hajatnya, barulah ia bisa menghadap shalat dengan khusyuk. Maka, menahan buang air besar atau kecil adalah salah satu uzur untuk meninggalkan shalat berjamaah.
Demikian juga jika seseorang sedang berada di depan makanan yang sangat ia inginkan dan nafsunya ingin makan, maka itu juga uzur untuk meninggalkan shalat berjamaah.
Namun, jika ia tidak begitu ingin makan, maka perkara ini lebih longgar. Jika makanan telah disajikan, maka hendaknya ia makan terlebih dahulu, meskipun setelah adzan, tetapi tidak pantas bagi seseorang untuk membiasakan meminta makanan disajikan setelah adzan, karena itu menunjukkan niat untuk meninggalkan berjamaah. Tapi jika makanan disajikan tanpa ia minta, dan ia memang sedang membutuhkan makanan, maka ia boleh makan terlebih dahulu.
Jika seseorang lapar dan sangat ingin makan, lalu makanan telah disiapkan, maka mendahulukan makan walau sampai tertinggal shalat berjamaah adalah uzur yang dibenarkan. Demikian pula, barang siapa yang memakan bawang putih, bawang merah, atau daun bawang, maka ini juga menjadi uzur untuk tidak ikut berjamaah karena baunya yang mengganggu, dan ia tidak boleh datang ke masjid dan shalat bersama orang-orang dalam keadaan bau tidak sedap. Ini termasuk uzur meninggalkan jamaah.
Namun, jika ia sengaja makan bawang atau sejenisnya untuk menghindari berjamaah, maka ia berdosa. Tapi kalau ia memakannya tanpa sengaja atau karena keperluan medis, maka itu uzur.
Demikian pula, jika sangat ingin makan, atau sedang menahan buang air, itu termasuk uzur.
Adapun jika rasa ingin buang air tidak terlalu mendesak, maka insyaAllah tidak masalah, meski tetap makruh. Dalam semua keadaan ini, shalatnya bisa makruh tapi sah menurut mayoritas ulama, atau bahkan batal menurut mazhab Zahiri. Pendapat bahwa shalatnya batal adalah pendapat yang kuat.
Adapun shalat Jumat, waktunya cukup panjang, maka seseorang hendaknya mempersiapkan diri sebelumnya. Namun jika ia terpaksa karena ingin buang air atau diare misalnya, maka itu juga uzur walaupun ia tertinggal shalat Jumat atau shalat berjamaah. Jika seseorang merasakan di perutnya sesuatu yang akan keluar, maka itu adalah uzur baginya.