Allah Mencintai Kebersihan
Pembaca yang dirahmati Allah. Salah satu upaya untuk kesempurnaan amal kita adalah dengan memperhatikan kebersihan dan kesucian diri. Hal ini sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan dalam Alquran,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertobat dan mencintai orang yang mensucikan diri.”[1]
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ
Artinya, “Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”[2]
Allah sangat mencintai hamba yang mensucikan hati dan jasadnya karena itu akan memperkuat keimanan. Nabi ﷺ bersabda,
الطُّهورُ شَطرُ الإيمانِ
Artinya, “Kebersihan itu sebagian dari iman.”[3]
Tidak Hanya Bersih Jasad, Tapi Bersih Hati
Makna thaharah secara bahasa membersihkan dan mensucikan (dari kotoran), sementara menurut istilah adalah mengangkat hadats dan menghilangkan kotoran.
Saat jasad manusia kotor maka dianjurkan untuk membersihkannya. Namun ada kewajiban bersuci yang harus sesuai dengan tuntutan syariah diantaranya mandi besar, wudhu, tayammum, istinja’, membersihkan najis dst. Dan kesemuanya itu telah diatur dalam ilmu fikih dan setiap muslim wajib mempelajarinya.
Karena Nabi ﷺ bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ
Artinya: “Pembuka sholat adalah bersuci..”[4]
Kita tahu sholat hukumnya wajib bagi setiap muslim, namun pembukanya adalah bersuci (thaharah). Dalam ilmu ushul ada kaidah,
وَسَائِلُ الأُمُوْرِ كَالمَقَاصِدِ
Hukum wasilah sama seperti hukum inti.
Yang artinya hukum bersuci adalah wajib, jika bermasalah dalam bersuci maka bermasalah juga dalam sholatnya.
Disamping memperhatikan kebersihan badan jangan lupa perhatikan juga pada kebersihan hati. Bersihkan hati kita dari syirik, sombong, hasud, sum’ah dan segala penyakit hati.
Perlu pembaca ketahui, walaupun hati bersifat abstrak dia mampu menggerakkan seluruh badan ini. Hati juga mempengaruhi keabsahan amal kita disisi Allah ﷻ. Seberapapun cara sholat bagus secara dzahir, jika hati kita diliputi rasa riya’ maka amalan itu tidak terima oleh Allah ﷻ.
Wallahu a’lam.
Artikel ini masih banyak kekurangannya, kritik dan saran ilmiyah ke redaksi: admin @ belajarsholat.com
TIM REDAKSI BELAJARSHOLAT.COM
____
Footnote:
[1] QS. Al-Baqarah: 222
[2] QS. At-Taubah 108
[3] HR. Muslim 223, diriwayatkan dari Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu
[4] HR. Abu Dawud 61. Imam an Nawawi rahimahullahu mengatakan, hadis ini hasan.