Hukum Tuma’ninah Dalam Sholat
Arti Tuma’ninah (الطُّمأنينةُ)
Tuma’ninah adalah diam dan tenang sehingga persendian tulang menetap sesuai pada tempatnya. Tuma’ninah merupakan rukun sholat, barang siapa yang meninggalkannya maka sholatnya tidak sah.
قال ابنُ تَيميَّة: (وهذا إجماع الصَّحابة رضي الله عنهم، فإنَّهم كانوا لا يصلُّون إلَّا مطمئنِّين، وإذا رأى بعضُهم مَن لا يطمئنُّ أنكر عليه ونهاه، ولا ينكر واحدٌ منهم على المنكِر لذلك، وهذا إجماعٌ منهم على وجوب السكون والطُّمأنينة في الصلاة قولًا وفعلًا) ((مجموع الفتاوى)) (22/569)
Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Dan (tuma’ninah) ini merupakan ijma’ para sahabat radhiallahu ‘anhum, mereka tidaklah sholat melainkan selalu tuma’ninah. Dan apabila terlihat diantara mereka ada yang tidak tuma’ninah maka mereka mengingkari dan melarangnya. Dan tidak ada satupun dari mereka menyangkalnya. Dan ini ijma’ diantara mereka akan wajibnya tenang dan tuma’ninah di dalam sholat baik perkataan dan perbuatan.” (Majmu’ Fatawa: 22/569)
(الطُّمأنينة في الصلاة واجبة، وتاركها مسيءٌ باتِّفاق الأئمَّة) ((مجموع الفتاوى)) (22/601)
Tuma’ninah dalam sholat hukumnya wajib, dan meninggalkannya termasuk perbuatan buruk menurut kesepakatan ulama’. (Majmu’ Fatawa: 22/601)
Dalil Wajibnya Tuma’ninah Dalam Sholat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ السَّلَامَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ masuk ke dalam Masjid, lalu ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid dan sholat, kemudian orang itu datang dan memberi salam kepada Nabi ﷺ. Lalu Nabi ﷺ menjawab salamnya kemudian bersabda: “Kembali dan ulangilah sholatmu, karena kamu belum sholat!” Orang itu kemudian mengulangi sholat dan kembali datang menghadap kepada Nabi ﷺ sambil memberi salam. Namun beliau kembali bersabda: “Kembali dan ulangilah sholatmu karena kamu belum sholat!” Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali dan akhirnya, sehingga ia berkata, “Demi Dzat yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku.” Beliau pun bersabda: “Jika kamu mengerjakan sholat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Qur’an. Kemudian rukuklah hingga benar-benar rukuk dengan tenang, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk, Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukanlah seperti cara tersebut di seluruh sholat (rakaat) mu.” (HR. Bukhari)
Dari Zain Bin Wahab Al-Juhaniy berkata,
رأى حُذَيفةُ رضيَ اللهُ عنه رجلًا لا يُتمُّ الرُّكوعَ والسُّجودَ، قال: ما صلَّيْتَ، ولو مِتَّ مِتَّ على غيرِ الفِطرةِ التي فطَرَ اللهُ محمَّدًا صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عليها
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu melihat seseorang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, lalu beliau berkata: “Kamu belum sholat, seandainya kamu mati, kematianmu tidak diatas fitrah yang telah Allah fitrahkan atas Muhammad ﷺ.” (HR. Bukhari : 791)
Imam Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan terkait hadis Hudzaifah diatas, “Yang dimaksud ما صلَّيْتَ (kamu belum sholat) menunjukkan akan wajibnya Tuma’ninah dalam ruku’ dan sujud, bagi orang yang melanggarnya maka sholatnya batal. (Nailul Author, Asy-Syaukani 2/310)
Dari Abi Ma’ud Al-Anshory, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لا تُجزئُ صلاةٌ لا يُقيمُ الرَّجُلُ فيها صُلْبَه في الرُّكوعِ والسُّجودِ
“Tidak dinilai sholat ketika seseorang tidak menegakkan punggungnya saat ruku’ dan sujud.” (HR. At-Tirmidzy, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Dawud dengan lafadz صلاةُ الرجلِ حتى يُقيمَ ظهرَه, At-Tirmidzi mengatakan hadis ini Hasan Sahih)
Standar Waktu
Ada ulama yang menyebutkan waktu tuma’ninah paling sedikit setara mengucapkan subhanallah saat diamnya anggota badan.
Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah disebutkan,
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ: – الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ – إِلَى أَنَّ أَقَل الطُّمَأْنِينَةِ هُوَ سُكُونُ الأْعْضَاءِ
Jumhur fuqoha’ Malikiyah, Syafi’iah, Hanabilah bahwasanya paling sedikit tuma’ninah diamnya anggota badan.
قَال النَّوَوِيُّ: وَلَوْ زَادَ فِي الْهُوِيِّ ثُمَّ ارْتَفَعَ وَالْحَرَكَاتُ مُتَّصِلَةٌ وَلَمْ يَلْبَثْ لَمْ تَحْصُل الطُّمَأْنِينَةُ، وَلاَ يَقُومُ زِيَادَةُ الْهُوِيِّ مَقَامَ الطُّمَأْنِينَةِ بِلاَ خِلاَفٍ.
Imam Nawawi berkata, “Seandainya menambah merundukkan (kepala saat ruku) kemudian berdiri, serta gerakannya bersambung maka belum tuma’ninah. Tambahan menunduk tersebut tidak menggantikan tuma’ninah tanpa ada perselisihan.” (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 3/409)
Wallahu a’lam.
Artikel ini masih banyak kekurangannya, kritik dan saran ilmiyah ke redaksi: admin @ belajarsholat.com
TIM REDAKSI BELAJARSHOLAT.COM