Dalil Sholat Sebagai Tiang Agama
Dalam sebuah hadis agung nabi menjelaskan keutaman sholat sebagai tiangnya agama,
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda: Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah. HR. Tirmidzi no.2616
Sebagian berdalil dengan menafsirkan hadis ini bahwa siapapun yang mengaku dirinya muslim wajib dia menjalankan sholat, jika dia meninggalkan dengan sengaja dan menyakini tidak wajibnya sholat maka dia terjatuh kepada kekafiran.
Para ulama sepakat bahwa sholat adalah tiangnya agama tanpa adanya perselisihan sedikitpun.
Teguh Mendirikan Tiang Agama
Agama islam harus kita jalankan semaksimal mungkin. Seluruh ajaran agama harus kita gigit dengan geraham. Di akhir zaman nanti, yang mengikuti agama seperti menggenggam bara api.
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قاَلَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Rasulullah ﷺ bersabda,
بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ
“Teruskanlah olehmu untuk selalu melakukan amar makruf nahi munkar hingga engkau akan menyaksikan kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, kehidupan dunia yang diutamakan, serta orang-orang yang terpesona terhadap berbagai pendapat yang dikeluarkannya. Hendaknya kamu hanya bergaul dengan orang-orang yang searah denganmu dan jauhilah orang-orang yang awam. Sebab setelah zamanmu itu akan datang suatu zaman penuh cobaan di mana orang yang memegang teguh agamanya ibarat menggenggam bara api. Ketahuilah, saat itu orang yang terus berusaha untuk memegangi agamanya maka pahalanya sama dengan 50 orang yang juga melakukan hal yang sama dari kalian”. (HR. Abu Dawud, Al-Malâhim, hadits no. 4319)
Untuk mengetahui betapa pentingnya menggenggam agama bagaikan memegang bara api, juga menggigit ajaran agama dengan gigi geraham, peganglah botol dengan kelima jari kita.
Peganglah botol dengan kuat. Sertakan lima jari kita.
Lima jari kita ini mewakili rukun islam. Jari jempol mewakili syahadat, jari telunjuk mewakili sholat, jari tengah mewakili puasa, jari manis mewakili zakat, dan jari kelingking mewakili haji.
Kita bisa tidak puasa, zakat, dan haji jika kita memiliki udzur. Lepaskanlah jari tengah hingga kelingking sehingga tersisa dua jari.
Apa yang terjadi jika telunjuk kita lepas?
Kita tidak bisa mempertahankan agama kecuali kita genggam erat dengan lima jari. Jari terkuat adalah jempol dan telunjuk mewakili syahadat dan sholat. Demikianlah tiang agama yang harus kita pertahankan dengan teguh.
Sholat yang Diperiksa Pertama
Sholat sebagai tiang agama ini adalah yang diperiksa pertama kali.
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ.
Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah sholat. Apabila sholatnya baik, maka seluruh amalnya pun baik. Apabila sholatnya buruk, maka seluruh amalnya pun buruk. (Shahih al-Jami’ish Shaghir, no. 2573)
Dari Tsauban Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:
سَدِّدُوْا ، وَقَارِبُوْا ، وَاعْمَلُوْا ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ خَيْـرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةُ وَلَا يُـحَافِظُ عَلَى الْوُضُوْءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Berlaku tepatlah sesuai kebenaran, (berusahalah) mendekati kebenaran, dan beramallâh. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah sholat.Dan tidaklah menjaga wudhu’, melainkan seorang Mukmin.”
Apabila ada arsitek dan ahli sipil mengunjungi rumah kita, maka yang pertama diperiksa adalah tiang bangunan kita. Ahli sipil tidak akan memeriksa perabotan rumah kita terlebih dahulu.
Demikianlah analogi pentingnya sholat. Sholat sebagai tiang agama, merupakan hal yang paling krusial untuk selalu dibangun.
Ketika kita menginginkan semua kebaikan melalui agama ini, tidak mungkin bisa dilalui sebelum kita memperbaiki sholat kita terlebih dahulu. Jika kita sholat, tiang agama tertancap, sehingga kita bisa melakukan semua kebaikan. Namun jika kita memikirkan kebaikan tanpa sholat, semua pikiran kita hanyalah fiktif belaka.
Jangan Terjebak Pada Khilafiyah
Mendirikan sholat adalah mendirikan tiang agama, maka tata cara sholat adalah persoalan bentuk dindingnya.
Bagaimana perbedaan pendapat tentang tata cara sholat yang ditoleransi, adalah bagaikan kita mau memilih cat merah ataukah cat kuning.
Bahas perbedaan agama secara beradab itu diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah membahas sampai tiang agama ini kita abaikan.
Tetap fokus sholat sebagai perbaikan untuk diri kita, jadikan perbedaan yang ada sebagai sampingannya.
Istiqomah Mendirikan Tiang Agama
Sholat itu tidak cukup hanya sekadar kebiasaan. Sholat merupakan amalan yang juga perlu dirawat.
Agama islam merupakan agama yang sempurna. Agama islam menjelaskan semuanya dari bangun tidur hingga tidur lagi. Tidak hanya itu, agama islam juga mengatur tatanan politik. Bahkan, yang baru-baru ini sedang trending dibahas yaitu tentang sains, agama islam pun mengatur bagaimana berparadigma sains yang sebenarnya.
Kalau kita memikirkan itu, maka agama islam besar sekali. Besarnya bangunan agama islam bisa melebihi bangunan paling tinggi dan paling besar sedunia.
Tiang-tiang agama itu harus kita pasang satu per satu. Hari ini, kita pasang tiang agama melalui sholat shubuh hingga isya dan jadilah sebagian bangunan. Esoknya, kita mendirikan bangunan yang baru, kita harus menancapkan tiang agama yang baru.
Demikianlah istiqomah dalam menancapkan tiang agama itu betul-betul dibangun dan bukan sekadar kebiasaan semata. Marilah kita bersama-sama memperbaiki sholat dan memperbaiki agama kita secara istiqomah.
عَنْ أَبِيْ عَمْرٍو سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Amr, Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim)
Artikel ini kiriman dari Sdr. Ridho Muhtadi, ST. (Alumni ITB 2010)
Kirimkan artikel ke admin@belajarsholat.com